Perubahan Label Oleh Kementerian Perindustrian Melanda Industri Tembakau


Kepala direktorat minuman, tembakau, dan minuman Departemen Perindustrian, Mogadishu Djati Ertanto, menyampaikan kekhawatirannya mengenai revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 109/2012 yang mungkin menimpa industri tembakau.

Peraturan tersebut mengatur kontrol bahan yang mengandung zat adiktif dalam produk tembakau untuk kesehatan. Revisinya terkait dengan masalah batasan merek rokok hingga kemasan polos seperti yang baru-baru ini diterapkan oleh beberapa negara.

"Ini akan memengaruhi industri nasional produk tembakau. Kita harus memperhatikan dampaknya. Jangan biarkan itu menimpa industri," kata Mogadishu di Hotel Millennium, Jakarta, pada hari Rabu, 9 Oktober.

Dia menyebutkan bahwa industri akan dipengaruhi oleh kenaikan pajak cukai rokok dan harga eceran pada tahun 2020. Padahal, produksi tembakau nasional secara bertahap menurun.

Pada tahun 2015, produksinya mencapai 358 batang dan turun menjadi 332 miliar pada tahun 2018. Penurunannya di atas 10 miliar batang, itu adalah penurunan yang cukup signifikan, katanya.

Saat ini, industri manufaktur rokok berkontribusi enam persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Industri ini juga memberikan pajak Rp 150 triliun pada 2018 atau 9 persen dari APBN. Belum lagi, lanskap industri di Indonesia.

Sebelumnya, sekretaris jenderal Oscar Primadi Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa revisi PP 109/2012 awalnya tentang rencana untuk memperbesar label peringatan kesehatan grafis pada bungkus rokok dari 40 persen menjadi 90 persen. Namun, kementerian dan lembaga selama diskusi merekomendasikan untuk menambahkan lebih banyak bahan yang berkaitan dengan perlindungan perempuan dan anak-anak serta efektivitas pengawasan dan rokok elektronik.

Tidak ada komentar