Penyelamat Insiden Tahun 1997-1998 Minta Presiden Jokowi Untuk Memenuhi 2 Tuntutan


Seorang yang selamat dari kasus penghilangan paksa, setelah periode tahun 1997-1998, Mugiyanto, menangani dua tuntutan kepada Presiden Joko Widodo atau yang dikenal Pak Jokowi.

Pertama, ia menuntut Pak Jokowi memberikan status tempat tinggal kepada para korban yang belum ditemukan hingga saat ini. Status hidup atau mati, katanya di Komnas HAM, Jakarta, pada hari Sabtu, 29 September 2018.

Menurut Bapak Mugiyanto, penetapan status residensi tidak memerlukan tindakan khusus seperti menggelar acara sidang. Pemerintah dapat merujuk pada sejumlah dokumen seperti hasil investigasi Komnas HAM pada tahun 2006 dan hasil persidangan 11 anggota Tim Rose dari Kopassus Group IV TNI.

Data dari investigasi Dewan Kehormatan Kehormatan (DKP) yang telah menanggalkan posisi Komandan Kopassus Ltn. Jenderal Bapak Prabowo Subianto bisa juga menjadi referensi.

Permintaan kedua adalah untuk mempercepat ratifikasi Konvensi Penghilangan Paksa. Bapak Mugiyanto mengatakan dokumen ratifikasi saat ini sedang diproses di tingkat kementerian. Dia berharap Presiden Jokowi akan mempercepat prosesnya sehingga dia bisa segera mengeluarkan mandat presiden dan menyerahkannya ke DPR untuk disetujui.

Mugiyanto mengatakan mantan Presiden Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menyerahkan mandat presiden untuk mengeluarkan ratifikasi. Namun pada saat itu, DPR menolak. Itu menganggap bahwa ratifikasi masih perlu didiskusikan.

Pada saat itu, Pak Mugiyanto mengindikasikan bahwa ada kekhawatiran dari anggota DPR yang dinyatakan bersalah atas ratifikasi. Dia menegaskan bahwa ratifikasi itu bersifat preventif sehingga kejadian yang sama tidak terulang kembali.

Dia juga berharap bahwa Presiden Jokowi akan bersedia mewujudkan kedua tuntutannya sebelum tanggal 10 Desember 2018 atau tepat pada peringatan Hari Hak Asasi Manusia Sedunia. Pak SBY sudah meratifikasi waktu itu, Pak Jokowi juga harus mau,” katanya.

Tidak ada komentar