Dukungan Para Pemimpin Daerah Untuk Petahana Tidak Cukup Sebagai Bukti Penipuan Pemilu, Kata Para Hakim


Pihak Mahkamah Konstitusi telah menolak bukti dengan kehilangan pasangan calon Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno yang menyatakan bahwa dukungan para pemimpin daerah untuk pasangan Joko Widodo atau yang dikenal sebagai Pak Jokowi dan Ma'ruf Amin adalah bukti penipuan yang terstruktur, sistematis, dan masif dalam pemilihan presiden 17 April 2019.

Hakim Wahiduddin Adams dalam persidangan tentang sengketa pemilihan presiden pada hari Kamis, 27 Juni 2019, bahwa kasus tersebut berada di bawah kewenangan pihak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), yang telah bertindak atas pengaduan tersebut terlepas dari keputusannya.

Pengadilan mengatakan hanya bisa menindaklanjuti kasus tersebut ketika otoritas terkait, dalam kasus ini Bawaslu, tidak menindaklanjuti pengaduan tersebut.

Bawaslu telah memutuskan bahwa beberapa kepala daerah telah melanggar undang-undang 2014 tentang administrasi daerah, yang melarang para pemimpin memihak dalam pemilihan, tetapi tidak pada UU Pemilu.

Penggugat tidak memasukkan dalam petisi mereka apakah mereka telah melaporkan dugaan pelanggaran kepada Bawaslu, juga tidak termasuk putusan Bawaslu tentang kasus-kasus apakah ada kecurangan terstruktur, sistematis dan masif, kata Hakim Wadihuddin Adams.

Pengadilan juga menolak klaim penggugat bahwa panggilan tiket Jokowi-Ma'ruf Amin pada para pemilihnya untuk mengenakan kemeja putih sementara memberikan suara mereka pada hari pemilihan merupakan pelanggaran, dengan alasan bahwa penggugat telah gagal untuk menguraikan korelasi antara panggilan dan penghitungan suara diamankan oleh kandidat presiden.

Pengadilan memutuskan tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa seruan tersebut telah mengintimidasi para pemilih dan tidak juga mempengaruhi penghitungan suara.

Tidak ada komentar